Bentuk Partisipasi Politik Di Dalam Sistem Politik Indonesia menurut para ahli adalah pembahasan yang akan saya bahas pada artikel ini yang mana sebelumnya telah saya uraikan mengenai Partisipasi Politik Masyarakat Di Indonesia yang lebih spesifik mengenai Pengertian Partisipasi Politik Menurut Para Ahli.
==> Berdasarkan perwujudannnya, Huntington dan Nelson (dalam Suryadi, 2007 : 131) membedakannya ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda jenis perilakunya, yaitu sebagai berikut:
1. Kegiatan pemilihan mencakup suara, akan tetapi juga sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan
1. Kegiatan pemilihan mencakup suara, akan tetapi juga sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan
2. Mencoba mempengaruhi (Lobbying) mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang. Contoh-contoh yang jelas adalah kegiatan yang ditujukan untuk menimbulkan dukungan bagi, atau oposisi terhadap, suatu usul legislatif atau keputusan administratif tertentu.
3. Kegiatan organisasi menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang tujuan utama dan eksplisit adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Organisasi yang demikian dapat memusatkan usaha-usahanya kepada kepentingan-kepentingan yang sangat khusus atau dapat mengarahkan perhatiannya kepada persoalan-persoalan umum yang beraneka ragam.
4. Mencari koneksi (contacting) merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir orang. Kegiatan pemilihan, mencoba mempengaruhi (lobbying), kegiatan organisasi, dan mencari koneksi, semuanya dapat berbentuk legal atau illegal. Penyuapan, intimidasi, dan pemalsuan hasil-hasil pemilihan, sejauh hal itu dilakukan oleh orang-orang pribadi dan bukan oleh orang-orang professional, jelas merupakan partisipasi politik, sama seperti memberikan suara, menghadiri rapat-rapat umum partai atau menempelkan poster-poster kampanye.
5. Tindak kekerasan (violence) juga dapat merupakan satu bentuk partisipasi politik, dan untuk keperluan analisis ada manfaatnya untuk mendefinisikannya sebagai satu kategori tersendiri, artinya adalah sebagai upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik (kudeta, pembunuhan), mempengaruhi kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah (huru hara), pemberontakan, atau mengubah seluruh sistem politik (revolusi).
3. Kegiatan organisasi menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang tujuan utama dan eksplisit adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Organisasi yang demikian dapat memusatkan usaha-usahanya kepada kepentingan-kepentingan yang sangat khusus atau dapat mengarahkan perhatiannya kepada persoalan-persoalan umum yang beraneka ragam.
4. Mencari koneksi (contacting) merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir orang. Kegiatan pemilihan, mencoba mempengaruhi (lobbying), kegiatan organisasi, dan mencari koneksi, semuanya dapat berbentuk legal atau illegal. Penyuapan, intimidasi, dan pemalsuan hasil-hasil pemilihan, sejauh hal itu dilakukan oleh orang-orang pribadi dan bukan oleh orang-orang professional, jelas merupakan partisipasi politik, sama seperti memberikan suara, menghadiri rapat-rapat umum partai atau menempelkan poster-poster kampanye.
5. Tindak kekerasan (violence) juga dapat merupakan satu bentuk partisipasi politik, dan untuk keperluan analisis ada manfaatnya untuk mendefinisikannya sebagai satu kategori tersendiri, artinya adalah sebagai upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik (kudeta, pembunuhan), mempengaruhi kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah (huru hara), pemberontakan, atau mengubah seluruh sistem politik (revolusi).
==> Kemudian bentuk partisipasi politik lain dikemukakan oleh Almond (dalam Suryadi, 2007: 133), yang menunjukan macam-macam partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara dan berbagai waktu. Kegiatan politik “konvensional” adalah bentuk partisipasi politik yang “normal” dalam demokrasi modern. Bentuk “non konvensional” termasuk beberapa yang mungkin legal (seperti petisi) maupun yang ilegal, penuh kekerasan dan revolusioner. Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integrasi kehidupan politik dan kepuasan atau ketidakpuasan warga negara. Rincian bentuk-bentuk partisipasi politik adalah sebagai berikut :
Bentuk Partisipasi Politik Di Dalam Sistem Politik Indonesia
Sumber: Almond (dalam Suryadi, 2007: 133) |
Dalam perspektif lain, Roth dan Wilson (Syarbaini, 2004:70) menguraikan bentuk partisipasi politik warga negara berdasarkan intensitasnya yakni :
a. Intensitas terendah adalah sebagai pengamat
b. Intensitas menengah yaitu sebagai partisipan
c. Intensitas partisipasi tertinggi sebagai aktivis
Bila dijenjangkan, intensitas kegiatan politik warga negara tersebut membentuk segitiga serupa dengan piramida yang kemudian dikenal dengan nama ”Piramida Partisipasi Politik”. Karena seperti piramida, maka bagian mayoritas partisipasi politik warga negara terletak di bawah. Rincian bentuk piramida partisipasi politik sebagai berikut:
Piramida Partisipasi Politik
Sumber : Roth dan Wilson (Syarbaini, 2004:70) |
Kelompok warga paling bawah pada gambar piramida partisipasi politik ini adalah kelompok warga yang sama sekali tidak terlibat dan tidak melakukan kegiatan politik oleh Roth dan Wilson disebut sebagai orang apolitis (Syarbaini, 2004:70). Kelompok yang berada diatas orang-orang apolitis adalah kelompok pengamat, kelompok ini biasanya melakukan kegiatan politik seperti :
a. Menghadiri rapat umum
b. Menjadi anggota partai/kelompok kepentingan
c. Membicarakan masalah politik
d. Mengikuti perkembangan politik melalui media massa
e. Memberikan suara dalam pemilihan umum.
Baca juga Pengertian Partisipasi Politik Menurut Para Ahli
Kemudian yang terletak diatas satu tingkat dari kelompok pengamat yaitu kelompok partisipan. Pada jenjang ini, aktivitas politik yang sering dilakukan adalah menjadi petugas kampanye, menjadi anggota aktif dari partai/kelompok kepentingan. Kelompok terakhir yang terletak dibagian atas piramida partisipasi politik adalah kelompok aktivis, warga yang termasuk kelompok aktivis ini tergolong sedikit jumlahnya dimana kelompok aktivis terdiri dari pejabat partai sepenuh waktu, dan pemimpin partai / kelompok kepentingan. Itulah penjelasan mengenai Bentuk Partisipasi Politik Di Dalam Sistem Politik Indonesia oleh para ahli yang dapat saya berikan, kurang dan lebihnya mohon dimaafkan karena uraian tersebut sesuai dengan sumber data yang dapat anda lihat pada bagian bawah. Semoga bermanfaat.
Daftar Pustaka
*Suryadi, Budi, 2007. Sosiologi Politik: Sejarah, Definisi dan Perkembangan Konsep. Yogyakarta: IRCiSoD
*Syarbaini, Syahrial, dkk, 2004. Sosiologi dan politik. Jakarta: Ghalia Indonesia