Materi Sejarah : Peristiwa Gerakan 30 September Atau Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI)

Materi Sejarah tentang Peristiwa Gerakan 30 September Atau Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI)
Halo teman-teman dan sahabat MB dimana pun kalian berada, pada artikel ini, saya akan memaparkan tentang Materi Sejarah yang berisikan dengan peristiwa Gerakan 30 September Atau Partai Komunis Indonesia yang sering di sebut dengan G30S/PKIKejadian Gerakan 30 September atau Partai Komunis Indonesia atau G30S/PKI merupakan termasuk dalam salah satu peristiwa pemberontakan yang besar yang pernah terjadi di Indonesia.

Tidak hanya peristiwa G30S/PKI saja, akan tetapi masih banyak pula peristiwa -peristiwa pemberontakan yang lain yang akan di jelaskan lain waktu pada artikel berikutnya. Semoga bagi kalian yang sedang membutuhkan artikel ini untuk sebagai syarat melengkapi tugas sekolah, kuliah bahkan untuk tugas akhir/ skripsi agar dapat bermanfaat. Berikut ini adalah penjelasannya.
Materi Sejarah : Peristiwa Gerakan 30 September Atau Partai Komunis Indonesia (Kejadian G30S/PKI)

==> Pertentangan yang terjadi antara Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Angkatan Darat (AD)

Dengan perbedaan kepentingan, tujuan dan paham (ideologi) antara Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Angkatan Darat (AD) yang membuat antara kedua nya saling bersaing, yang mana paham yang dianut oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) memiliki kepentingan untuk merintis dan membangun negara komunis (menganut ideologi komunisme), sedangkan Angkatan Darat (AD) yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai kekuatan pertahanan yang memiliki kepentingan untuk mengamankan Pancasila yaitu sebagai dasar negara.

Partai Komunis Indonesia (PKI) mengajukan gagasan dan ide untuk melakukan pembentukan angkatan ke5 (kelima) tepat pada bulan januari 1965 yang mana, gagasan-gagasan dan ide tersebut berisikan dengan tuntutan-tuntutan supaya para kaum tani dan kaum buruh di persenjatai. Tuntutan yang diajukan itu dilakukan untuk tujuan menggalang kekuatan dalam menghadapi Neo Kolonial Imperialisme atau disingkat dengan NEOKOLIM inggris dalam bentuk Dwikora.

Empat bulan kemudian, tepatnya pada bulan mei 1965 Partai Komunis Indonesia (PKI) melempar adanya isu tentang Dewan Jenderal pada tubuh Angkatan Darat (AD). Selanjutnya menurut Partai Komunis Indonesia (PKI), Dewan Jendral diartikan yakni sebagai badan yang mempunyai tujuan dalam mempersiapkan untuk merebut kekuasaan dari presiden yakni Soekarno. Dengan secara sangat tegas Angkatan Darat (AD) menolak ide dari Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ingin melakukan pembentukan angkatan kelima.

Adapun menurut Men/Pangad Letnan Jenderal Ahmad Yani mengatakan bahwa pembentukan angkatan kelima sangat merugikan pada revolusi Indonesia serta tidak efisien. Tak hanya itu, aksi penolakan akan atas pembentukan angkatan kelima juga di nyatakan dan diserukan oleh Laksamana Muda Martadinata dengan atas nama Angkatan Laut (AL). Adapun mereka akan hanya bisa untuk menerima apabila angkatan kelima berada di dalam ruang lingkup Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) serta berada di tangan komando perwira yang sudah profesional.

Dengan demikian, didalam menghadapi dan menanggapi dengan adanya isu Dewan Jendral, maka pimpinan dari Angkatan Darat (AD) memberikan presiden keyakinan bahwa mereka sangat setia (sifat kesetiaan) terhadap pemerintah, kemudian oleh pimpinan Angkatan Darat (AD) menyatakan yakni dewan yang berada di dalam Angkatan Darat (AD) adalah bukan Dewan Jenderal, Akan tetapi itu adalah Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (WANJAKTI) yang mempunyai tugas untuk memberikan usulan-usulan kepada Men/Pangad mengenai promosi jabatan serta pangkat untuk para perwira tinggi.

Tepat pada bulan juli 1965 saat tengah bersaingnya antara Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Angkatan Darat (AD) kemudian muncul sebuah kabar berita mengenai kesehatan Presiden Soekarno yang memburuk. Adapun berdasarkan pernyataan tim dokter yang secara khusus di datangkan dari Republik Rakyat Cina (RRC), menyatakan bahwa terdapat kemungkinan Presiden Soekarno akan mengalami lumpuh bahkan meninggal. Adapun pimpinan dari Partai Komunis Indonesia (PKI) mengetahui akan berita tersebut secara langsung dari tim dokter RRC, mereka merasa harus segera mengambil sebuah tindakan.

==> Pemberontakan Gerakan 30 September Atau Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI)
Memikili jabatan sebagai pimpinan gerakan yakni Letnan Kolonel Untung memberikan perintah terhadap seluruh anggota-anggota gerakan untuk dapat memulai bergerak saat dini hari tepatnya pada tanggal 1 Oktober 1965, disaat dini hari pada waktu tersebut kemudian mereka segera melancarkan serangkaian penculikan-penculikan serta pembunuhan kepada enam (6) perwira tinggi dan juga seseorang perwira pertama yang berasal dari Angkatan Darat (AD).

Kemudian kepada para perwira dari Angkatan Darat itu selanjutnya di siksa serta di bunuh dan selanjutnya mayat-mayat yang telah dibunuh dimasukan ke dalam sebuah sumur tua di Lubang Buaya dimana letaknya tepat berada di sebelah selatan dari Pangkalan Udara Utama Halim Perdana kusuma. Dan berikut adalah enam korban Jenderal Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan darat yang dibunuh yakni:
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat 1 atau Men/Pangad)
Baca Biografi Pahlawan Nasional Indonesia Jendral Ahmad Yani
2. Mayor Jenderal Haryono Mas Tirtodarmo (Deputi III Pangad)
3. Mayor Jenderal R. Suprapto (Deputi II Pangad)
4. Brigadir Jenderal Donald Izacus (Asisten IV Pangad)
Baca Biografi Pahlawan Nasional Indonesia Donald Izacus Panjaitan
5. Mayor Jenderal Siswondo Parman (Asisten I Pangad)
6. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur)
Baca Biografi Pahlawan Nasional Indonesia Sutoyo Siswomiharjo
Disaat peristiwa penculikan yang terjadi kepada para perwira Angkatan Darat (AD), Jenderal Abdul Haris Nasution yang juga termasuk dalam target penculikan akhirnya berhasil meloloskan diri walaupun kakinya sempat tertembak. Akan tetapi putri Abdul Haris Nasution yang bernama Ade Irma Suryani gugur saat ia menjadi sasaran tembak, adapun Letnan Satu Pierre Andreas Tendean adalah seorang Ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution juga menjadi korban, dan sedangkan seorang Pembantu Letnan Polisi Karel Satsuit Tubun juga gugur disaat sedang melakukan perlawanan atas kelompok-kelompok yang sedang berusaha untuk menculik Jenderal Abdul Haris Nasution.

Tidak hanya disitu, penculikan serta pembunuhan yang sama juga terjadi di Yogyakarta. Dengan penculikan dan pembunuhan di Yogyakarta itu juga mengakibatkan seorang Komando Resimen 072 Pamungkas Kolonel Katamso dan juga seorang Kepala Staf Korem 072 Pamungkas Letkol Sugiyono dibunuh. Mereka dibunuh di Kentungan dengan kejam yang letaknya di dekat daerah markas suatu batalion yang dikuasai oleh para perwira komunis.

==> Penumpasan Gerakan 30 September / Partai Komunis Indonesia (G-30-S/PKI)
Adapun setelah kejadian penculikan tesebut terhadap para pemimpin Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD) atas laporan-laporan yang terjadi, Mayor Jenderal Soeharto sebagai panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad) dengan cepat mengambil langkah sesegera mungkin agar bertujuan untuk memulihkan tingkat keamanan di ibukota. Adapun langkah-langkah yang dilakukan beliau yakni dengan segera menyelamatkan dan mengamankan dua (2) objek yang sangat vital yaitu 
1. Gedung Radio Republik Indonesia (RRI) 
2. Pusat telekomunikasi, 
sehingga dengan tindakan yang dilakukannya tersebut, hanya butuh waktu dua puluh lima menit (25 menit) Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) berhasil merebut dua objek vital tersebut dibawah Sarwo Edhi.

Tepat pada jam 20.10 wib, Mayor Jenderal Soeharto sebagai seorang pimpinan sementara Angkatan Darat (AD) mengeluarkan sebuah pernyataan yang resmi berisikan bahwa Beliau memberitahukan untuk seluruh rakyat indonesia bahwa tepat pada tanggal 1 Oktober 1965, sudah terjadi peristiwa dan kejadian penculikan dan pembunuhan kepada beberapa perwira tinggi Angkatan Darat (AD) yang telah dilakukan oleh kelompok kontra revolusioner yang menamai kelompoknya dengan Gerakan 30 September (Gestapu).

Kemudian setelah mereka sudah mengambil alih kekuasaan negara Indonesia, Mayor Jenderal Soeharto kembali menegaskan dan menyatakan bahwa kekuatan dari Gerakan 30 September (Gestapu) bisa di hancurkan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan atas dasar Pancasila dipastikan tetap berjaya. Dengan pidato Beliau tersebut bisa meredakan dan mengurangi kegelisahan oleh rakyat serta mereka bisa mengetahui tentang bagaimana gambaran secara jelasnya mengenai situasi negara Indonesia.

Kemudian dilanjutkan kembali Operasi penumpasan dan sasaran yang di targetkan adalah Pangkalan Udara Utama (LANUMA) Halim Perdana Kusuma, yang merupakan basis dari kekuatan Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G-30-S/PKI). Operasi yang dilakukan ini memiliki tujuan untuk mencari tempat tempat serta mengungkap nasib dari para Jenderal yang sudah di culik, dan setelah itu operasi ini dilanjutkan menuju Lubang Buaya berdasarkan petunjuk yang diberikan oleh Ajudan Brigadir Polisi Sukitman.

Dan tepat pada tanggal 03 Oktober telah di temukan sebuah sumur tua dimana sumur tua ini menjadi tempat penguburan para jenazah Perwira Tinggi Angkatan Darat. Sehari setelah ditemukan sumur tua tersebut tepatnya pada tanggal 04 Oktober, seluruh jenazah para Perwira Tinggi di evakuasi dan diangkat dari sumur tua tersebut dan keesokan harinya tepat pada tanggal 05 Oktober, para jenazah Perwira Tinggi Angkatan Darat di makamkan tepat di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan Dengan demikian para Jenderal Perwira Tinggi Angkatan Darat yang menjadi korban penculikan serta pembunuhan oleh Gerakan 30 September / Partai Komunis Indonesi atau G-30-S/PKI diberikan anugerah gelar Pahlawan Revolusi serta diberikan juga pangkat setingkat lebih tinggi secara anumerta. Materi Sejarah tentang Peristiwa Gerakan 30 September Atau Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI)